Selamat Datang di Kabupaten Grobogan, Kami Menantikan Partisipasi Saudara Guna Mengembangkan Potensi Yang Ada)......

Jumat, 17 Juli 2009

Kotoran sapi untuk bahan bakar memasak


TEKNOLOGI ternyata bukan saja milik orang kota . Buktinya, warga Desa Ngaringan, Kecamatan Ngaringan, Kabupaten Grobogan mampu mengembangkan telethong (kotoran-red) sapi menjadi biogas yang dapat digunakan sebagai bahan bakar memasak seperti halnya kompor gas.

Hardiono, ketua Kelompok Tani Sido Makmur di Ngaringan yang mengembangkan hal demikian. Dia bersama petani lainnya dapat mengganti ketergantungan pada kayu dan minyak tanah sebagai bahan bakar pindah kepada biogas.
"Kami mulai mengembangkan teknologi biogas Nopember tahun ini. Kalau peternakannya sudah berjalan sejak 1 April 2006 lalu. Ternak yang dimiliki awalnya 68 ekor," tandas Hardiono kepada wartawan, kemarin.
Kini, ternak itu sudah berkembang jadi 226 ekor. Semua dikelola 110 orang yang terbagi dalam tiga kandang. Soal modal, dikumpulkan secara swadaya dari anggota kelompok tani sendiri.
Oleh petani, ternak selain dapat dijual, kotorannya juga bermanfaat. Setidaknya dapat dibagi dua. Pertama, untuk biogas (bahan bakar-red), kedua, limbah dari biogas dapat dijadikan pupuk organik atau kompos bagi tanaman petani.
Teknis pembuatan biogas dari telethong sapi juga cukup sederhana. Mulanya, kotoran sapi dicampur air dalam sebuah bak penampung yang disebut digester.
Perbandingannya, setiap satu ember telethong dicampur dengan satu ember air. Lalu, campuran itu disalurkan melalui selang/ pipa plastik ke tabung gas yang diteruskan ke kompor gas.
"Kompor gas siap dipakai untuk memasak. Kualitas apinya tidak kalah dengan kompor gas umumnya. Sehari kira-kira hanya butuh dua ember telethong dan dua ember air untuk masak pagi sampai sore," tambah dia.
Cukup irit Dikatakan, teknologi ini dikembangkan setelah petani berstudi banding pada sebuah kelompok tani di Salatiga. Para peternak yang tertarik dengan terobosan itu akhirnya turut mengembangkan biogas di Ngaringan.
Walau diakui, saat ini baru dapat dikembangkan 16 anggota atau unit. Hal itu disebabkan oleh peralatan yang dimiliki petani masih sederhana. Padahal untuk satu unit biogas (pemakai-red) hanya dibutuhkan dua ekor sapi.
"Karenanya yang baru dikembangkan hanya 32 ekor sapi untuk 16 unit biogas. Tapi kami juga mengajukan bantuan lagi kepada pemerintah pusat," tambah Hardiono.
Jika dihitung, pemakai biogas dari telethong dapat menghemat uang cukup banyak. Bayangkan, jika sehari dia rata-rata setiap KK (kepala keluarga) memakai minyak 1 liter dengan harga Rp 2.500 per liter. Jika yang memakai 16 rumah, berarti sudah irit Rp 40.000 per hari. Atau Rp 1,2 juta per bulan, dan Rp 14,4 juta per tahun.
Camat Ngaringan Drs M Arifin melalui Sekcam Joko Supriyanto SSTp membenarkan, teknologi baru ini cukup disambut baik oleh warganya. Namun kendala yang dihadapi soal minimnya fasilitas dan peralatan yang ada. Nto/Jon
Wawasan, Selasa, 01 Mei 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berita Populer Minggu Ini