Membukukan kenangan, memaknai arti kehidupan
Ini kisah sahabat saya. Yunus Suryawan namanya. Saat menyelesaikan pendidikannya di STPDN, dan menjelang detik-detik perpisahan dengan para adik kelasnya, ia justru ‘sibuk’ menuliskan serangkaian kenangan di almamaternya itu. Tulisan itu diketik rapi dengan komputer, di-print, kemudian digandakan, lalu dijilid rapi. Tulisan itulah yang kemudian dijadikan sebagai “cenderahati” bagi adik-adik kelasnya.
Ini kisah sahabat saya. Yunus Suryawan namanya. Saat menyelesaikan pendidikannya di STPDN, dan menjelang detik-detik perpisahan dengan para adik kelasnya, ia justru ‘sibuk’ menuliskan serangkaian kenangan di almamaternya itu. Tulisan itu diketik rapi dengan komputer, di-print, kemudian digandakan, lalu dijilid rapi. Tulisan itulah yang kemudian dijadikan sebagai “cenderahati” bagi adik-adik kelasnya.
“Penulisan tulisan itu dilatarbelakangi oleh permintaan sahabat-sahabat saya, sebagai kenang-kenangan dari sahabat atas kepergiannya, karena sudah waktunya Purna Praja,” kata Yunus Suryawan dalam pengantar tulisannya tersebut.
Ia berpikir, bila memberi kenang-kenangan berupa barang, itu
pemborosan. Misal @ Rp. 5000 (dapat bakso 10 menit habis). Rp 5000 x 300
orang = Rp. 1.500.000. Berpijak dari kalkulasi itu, ia pun memberikan
ide ini kepada para sahabatnya (baca: adik-adik kelasnya).
”Karena Rasulullah Saw pun meninggalkan tulisan untuk umatnya,
mengapa kita tidak,” tegasnya.
Akhirnya, tulisan itulah yang menjadi ”cinderahati” Yunus Suryawan
bagi sahabat-sahabatnya atau adik-adik kelasnya di STPDN. Sebuah
”cinderahati” yang berharga, buah dari semangat untuk mengabadikan
kenangan, memaknai arti kehidupan, agar terus abadi menembus zaman.
Yunus Suryawan (tengah) saat diwawancarai Andy F. Noya di acara Kick Andy MetroTV bersama Inu Kencana Syafi'i |
Namun, saat membacanya, insting saya
sebagai penulis langsung
terkesiap, dan serta merta berkata, bahwa tulisan itu bagus dan layak
diterbitkan. Tulisan itu sendiri berisi pesan, kesan, dan kenangan
selama Mas Yunus menempuh pendidikan di kampus STPDN.
Di dalamnya, ia “memotret” hampir semua sisi kehidupan di kampus STPDN. Sehingga membaca tulisan itu, kita seperti diajak menjelajah kisi-kisi kehidupan di kampus STPDN, termasuk kita akan mengetahui “banyak hal” yang saat itu tengah menjadi sorotan media massa, seperti budaya kekerasan, GTM (Gerakan Tutup Mulut), kasus free sex, sosok Pak Inu Kencana, dan lain sebagainya.
Karena penulis memiliki latar belakang
aktivis kerohanian Islam,
hampir semua tulisannya itu dipenuhi nyala gairah dakwah yang amat
terang, agar nilai-nilai Islam dapat mengilhami kehidupan kampus STPDN
(sekarang IPDN).
Asal tahu, tulisan itu kemudian saya
edit. Dan akhirnya diterbitkan
menjadi sebuah buku dengan judul ”Kutukan Tujuh Turunan”, di
mana sebelumnya saya memberi judul ”Aku Seniormu, Bukan Kakakmu!”.
Asal tahu juga, berkat buku itu, Mas Yunus diundang di acara Kick Andy
di MetroTV, diwawancarai oleh Andy F. Noya bareng Pak Inu Kencana
Syafi’i.
Lewat sepenggal
kisah di atas, saya mengajak Anda untuk menghirup
spirit yang dihembuskan olehYunus Suryawan. Spirit untuk mengabadikan
kenangan sebagai ”cinderahati” bagi orang-orang tercinta.
Karena itulah, saat-saat Anda menghadapi detik-detik penuh makna dalam kehidupan Anda, seperti memasuki masa pensiun, kenaikan pangkat, prestasi, kawin perak atau kawin emas, ulang tahun, dan lain sebagainya, berikanlah ”hadiah terindah” bagi orang-orang terkasih Anda dengan buku, yang mungkin berisi rekaman episode-episode kehidupan Anda, atau serpihan gagasan dan kenangan terindah dalam kehidupan Anda.
Itulah
hadiah terindah, yang akan terus abadi menembus zaman….
[Badiatul
Muchlisin Asti]
—————————————————————————————-
Untuk
bantuan penulisan buku kenangan, hubungi kami:
08562717850, 081229011952
Email: mitrabukuanda@gmail.com
(http://mitrabuku.wordpress.com/)
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar